Archive for April, 2013

Saat Porsi Expatriate Berlebih di Suatu Perusahaan Migas

April 5, 2013

Jumat 5 April 2013

Orbolan jumat siang kali ini membahas expatriate KKKS (kontraktor kerjasama minyak dan gas bumi) multinasional yang beroperasi di Indonesia, kebetulan sedang ada narasumber drillling engineer dari KKKS asing. Bukan rahasia KKKS multinasional menempatkan ekspat dalam porsi berlebih. Untuk kasus lapangan yang tak mempunyai kesulitan tinggi seharusnya pelaksanaan tata kelolanya diserahkan pada orang lokal. Karena fungsi ekspat disini adalah sebagai “tenaga bantuan ahli”. Dalam PSC filosofinya, lahan dikerjakan sendiri, dan minta bantuan asing bila ada kekurangan dalam kapital, teknologi, dan manajemen resiko. Tidak bisa dipungkiri, keberadaan mereka masih dibutuhkan perusahaan, hanya yang perlu ditegaskan pengaturannya adalah pada porsinya.

Komentar mas-mas dari KKKS, “Di lapangan kadang perusahaan bawa banyak KNIL (baca: bule), padahal ga butuh banyak, dan orang kita sebenarnya bisa. Secara manajemen itu namanya pemborosan. Gaji mereka 10 kali orang lokal. Kenapa nggak latih aja ini orang lokal, gajinya lebih murah kan. Memang ada maen diantara mereka itu.” Sangat berapi-api mas ini. Pembicaraan mas ini memang diarahkan menuju nasionalisme, isu dasar ekspat-nasional.

Terkadang kerja expatriate ini hanya sebagai penghubung dengan pusat, menemui masalah, lalu email ke pusat, jam 4 pulang, besok pagi buka email, dan bangg didapat keputusan. Sungguh tidak efisien. Atau penugasan sebagai mentor, padahal baru beberapa bulan di sini, engineer lokal yang sudah bertahun-tahun bekerja merasa tak ada tutorial dari bule ini. Spekulasi kasarnya pasti perusahaan asing ya sebanyak-banyaknya ngeruk penghasilan, tidak hanya dari cadangan minyak, bisa dari devisa yang dimasukkan dari gaji warga negaranya yang dipekerjakan, atau penggunaan alat-alat atau bahkan makanan minuman yang berasal dari negaranya. Seperti kata company-man senior, “bule itu nggak semua lebih pinter dari kita kok, yang pasti mereka lebih kenceng teriaknya kalo di lapangan”.

Sebenarnya keputusan memakai bule atau tidak ada di fungsi teknis perusahaan, pihak SDM hanya merekomendasikan nama. Kuncinya adalah di teknis ini, tinggal dia membawa kepentingan yang mana. Kasusnya sama dengan hubungan SKK Migas dengan KKKS, fungsi teknislah yang memutuskan. Yang parah, jika tidak disetujui maka proyek tidak bisa jalan, ini merugikan tentu, tentu teknis yang akan disalahkan. Pihak KKKS bisa melakukan push disini, maka jadilah pihak teknis kalah, dan mau tidak mau menyetujui agar proyeknya berjalan, apalagi dengan mindset “maksimalkan lifting”.